Sabtu, 17 November 2012

Metamorphosis CC 201 menjadi CC 204


          Pada tahun 2003, bersamaan dengan pelaksanaan program modifikasi "metamorphosis" lokomotif BB 203 menjadi lokomotif  CC 201, PT Kereta Api Indonesia (Persero) menggandeng lagi pabrik lokomotif General Electric (GE), Amerika Serikat, menggulirkan program untuk modifikasi lokomotif CC 201 dari sistem DC-DC menjadi AC-DC.
          Menurut Bagus Widyanto, Majalah KA edisi 10 Mei 2007, ada beberapa alasan program ini dilakukan. Diantaranya pada waktu itu pabrik GE sudah tidak memproduksi lagi suku cadang generator penghasil arus DC sehingga dengan program ini akan mencegah praktek kanibalisasi pada lokomotif CC 201 apabila terjadi kerusakan. Selain itu PT Kereta Api Indonesia (Persero) memang memerlukan lokomotif baru untuk menggantikan armada lokomotif yang sudah tua. Sayangnya untuk membeli lokomotif gres, ketersediaan dana belum cukup.


          Namun di sisi lain, ini adalah tantangan dan peluang bagi pabrik GE. Bila program ini berhasil maka GE bisa menawarkan program sejenis ke berbagai negara pengguna lokomotif sekelas CC 201 (U-18C). Akhirnya pada tanggal 04 juli 2003 Balai Yasa Pengok, Yogyakarta selesai melakukan sim salabim modifikasi lokomotif CC 201 03 menjadi lokomotif CC 204 01. Lokomotif sim salabim CC 204 batch pertama ini, ada 4 unit. Yaitu: lokomotif CC 204 01 dari lokomotif CC 201 03; lokomotif CC 204 02 (26 September 2003) dari lokomotif CC 201 11; lokomotif CC 204 03 (16 Oktober 2003) dari lokomotif CC 201 16; dan lokomotif CC 204 04 (30 Desember 2003) dari lokomotif CC 2001 37.
          Setelah berdinas selama setahun dan dinilai performanya sangat memuaskan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memodifikasi lagi 3 unit lokomotif CC 201 menjadi CC 204. Ke-3 lokomotif tersebut adalah: lokomotif CC 201 32 menjadi lokomotif CC 204 06; dan lokomotif CC 201 12 menjadi lokomotif CC 204 07. Ketiga lokomotif tersebut mulai berdinas bulan Agustus dan September 2005.
          Lokomotif CC 201 ini memang disulap menjadi lokomotif CC 204 yang canggih dengan sistem komputerisasi. Sistem komputer yang dipasang adalah GE Bright Star Sirius. Sistem ini dipasang untuk mengatur segala macam kendali secara terpusat. Lokomotif ini diperlengkapi pula dengan mesin GE 7FDL8 dengan turbochanger 2-fase (yang mirip mesin lokomotif CC 203).


           Beda dengan lokomotif CC 201 hasil"metamorphosis" lokomotif BB 203 yang su;it dibedakan, maka lokomotif CC 204 hasil modifikasi sim salabim lokomotif CC 201 ini mudah diketahui. Lokomotif CC 204 asli alias gres bentuk mukanya adalah aerodinamis,
dengan hidung miring. Sementara CC 204 hasil modifikasi sim salabim hidungnya masih tetap menonjol sama dengan lokomotif CC 201. Namun sahabat railfan juga bisa dengan mudah menghafalkan nomor serinya. Yaitu: CC 204 01-07 adalah hasil modifikasi. dari ketujuh lokomotif hasil sim salabim ini dua lokomotif, yaitu CC 204 01 dan CC 204 03 belum dipasang GPS.

Rabu, 14 November 2012

Lokomotif U-18C

          Sebelum diberi nama lokomotif CC 201,di tingkat perkeretaapian dunia lokomotif andalan PT Kereta Api Indonesia (Persero) ini, dikenal dengan sebutan lokomotif  U-18C. Lokomotif hasil rekayasa para desain enginer pabrik lokomotif General Electric (GE), Amerika Serikat ini, sangat prima sehingga banyak diimpor oleh berbagai negara, diantaranya : Brazil, Argentina, Negeria, Mozambik, dan Turki. Lokomotif ini banyak diekspor GE ke Afrika Selatan dan digunakan oleh South Africa Railway (SAR). Lokomotif U-18C bersaing ketat dengan lokomotif buatan ALCO seri DL500 yang juga memiliki tenaga 1950/1800 HP.
          Seri U-18C artinya adalah:U= Universal Series; 18= bertenaga 1800 HP; dan C adalah konfigurasi gandar penggerak  Co`-Co` (3+3). Lokomotif seri ini diminati pasar dunia karena kekuatannya, setelah lokomotif keluarga seri U ini diberi mesin diesel seri GE 7FDL-8, sehingga mampu berlari sekitar 100 km/jam.Lokomotif U-18C adalah bagian dari keluarga besar lokomotif seri U.
          Lokomotif-lokomotif seri U lainnya, adalah: U-4B, U-6B, U-9B, U-9C, U-12B, U-12C, U-18B, U-18C, dan UD-18B.Pabrik lokomotif GE sudah memproduksi seri earlier locomotives ini, sejak tahun 1956 di Arie, Pennsylvania, Amerika Serikat.Tuuh dari seri tersebut yaitu: U4B, U6B, U9B, U9C, U12B, U12C dan U18C sangat diunggulkan karena bisa"beradaptasi" pada jalur rel dengan lebar sepur berbeda.khusus U-18C dianggap paling cocok untuk lebar sepur sempit, seperti Indonesia (1067 mm) dan Afrika Selatan


                   Ini adalah gambar Lokomotif U-18C milik SAR pada tahun 1977

          Lokomotif U-18C ini bahkan dianggap sebagai dasar desain dari lokomotif U-20C yang kini menggunakan mesin GE 7FDI-12 seperti yang dipakai perkeretaapian Selandia Baru. Khusus untuk kereta api di Afrika Selatan, GE membuat varian U-18C yaitu U-18C1s. Mesin GE 7FDL bersistem DC-DC dengan mesin v-8 supercharged ini tampaknya memang berdaya tahan prima dan mudah dirawat. Faktor inilah yang dijadikan alasan kuat, sehingga Indonesia lebih memilihnya sebagai lokomotif utama selama kurun waktu 1977-1995. Bahkan hingga kini legenda keperkasaan lokomotif  CC 201 tak lenyap meski PT Kereta Api Indonesia (Persero) sudah mendatangkan lokomotif CC 202, CC 203, CC 204. Si Kuda Perkasa CC 201 ini tetap mampu bersanding saling bahu-membahu bersama saudaranya yang lebih muda, meski kemampuan daya tariknya berada di bawahnya. Sayang dan cintanya PT Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap lokomotif CC 201 ini terlihat dalam program upgrade atau repowering lokomotif hidung nonjol ini agar memiliki tenaga sekuat CC 203 dan CC 204. Di pabrik lokomotif GE, lokomotif bermesin GE 7FDL ini mulai diperkenalkan ke pasar dunia pada tahun 1976. Indonesia mulai mengimpornya tahun 1977.
          Di tingkat dunia kemampuan mesin GE 7FDL memang diakui dan telah digunakan pada 15.000 lokomotif dunia di 20 negara. Ada tiga jenis mesin GE 7FDL, yaitu: 7FDL-8 (1420-2150 HP) yang digunakan pada lokomotif seri U-13B hingga U-18C. Mesin 7FDL-12 (2150-2390 HP) yang digunakan lokomotif seri U-20C hingga U-22C. Mesin 7FDL-16 (4100-4500 HP) digunakan pada lokomotif unggulan GE, termasuk Blue Tiger (Pakistan, Malaysia, dan Jerman), serta TE10 dan TE114 (Rusia).

Ini adalah gambar Lokomotif Blue Tiger Jerman

          Mesin GE 7FDL memiliki beragam keunggulan: daya tahan mesin lebih lama, irit BBM, dan hemat perawatan, tetap bekerja baik di ketinggiaan 3000 m, dan emisi gas buang dibawah standar EPA, Kyoto, dan standar UIC (Union Internationale des Chemis de Fer).

Lokomotif CC 201 ala CC 203



           Jika sahabat railfan sempat menyambangi jalur Lampung-Kertapati di Sumatera Selatan (Sumsel), sahabat railfan akan dapat melihat lokomotif hidung miring berwarna merah seperti lokomotif CC 203 atau CC 204 di Jawa. Sepintas lokomotif tersebut sangat mirip dengan CC 203 atau CC 204. Akan tetapi jika diamati dengan seksama nameplate-nya pasti sahabat railfan akan terkaget-kaget, karena lokomotif tersebut adalah lokomotif CC 201. Asli! Dan hanya ada di Sumatera.
          Di Divisi Regional (Divre) III Sumsel , memang ada beberapa lokomotif CC 203. Lokomotif CC 201 unik berhidung miring ala lokomotif CC 203 ini jumlahnya ada 7 unit, yaitu: CC 201 86 R, CC 201 87 R, CC 201 111 R, CC 201 120 R, CC 201 129 R, CC 201 130 R, dan CC 201 137 R. Lokomotif yang dirubah bentuk hidungnya dari menonjol menjadi miring aerodinamis ini karena lokomotif tersebut mengalami kcelakaan berat alias PLH. Alasan lain barangkali karena PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre III Sumsel tidak kebagian lokomotif sekelas CC 203. Modifikasi hidung miring dilakukan secara bertahap di Balai Yasa Lahat antara tahun 1994 hingga 2001.
          Sebagai catatan, meski PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre III Sumsel tidak memiliki lokomotif CC 203,namun lokomotif buatan General Electric, Amerika Serikat ini, masih bisa ditemukan mondar-mandir antara Niru (Sumsel)- Tarahan (Lampung). Jumlahnya hanya ada 4 unit, dan semuanya milik PT Tanjung Enim Lestari (PT TEL). Keempat lokomotif CC 203 tersebut bernomor 31, 32, 33, dan 34. Meski milik swasta, PT Kereta Api Indonesia (Persero) tetap menjadi operasionalnya. Lokomotif  tersebut kini seragamnya bukan putih bergaris biru lagi, tapi hijau bergaris merah dan kuning.



          Modifikasi hidung miring yang terilhami dari CC 203, juga bertujuan mengurangi hambatan angin untuk meningkatkan kecepatan. Namun tujuan peningkatan ini terasa percuma karena kecepatan kereta api Babaranjang (Batubara rangkaian panjang) saat ini dibatasi maksimalnya 80 km/jam. Modifikasi ini pun dirasakan sedikit menyulitkan masinis. Karena kabin yang sempit dan kaca depan terlalu tinggi, masinis terpaksa mendongak atau mengganjal tempat duduknya ketika sedang menjalankan lokomotif.
          Lokomotif CC 201 hidung miring di Dipo Induk Lokomotif Tanjung Karang seluruhnya dipergunakan untuk dinasan menarik KRD Ruwa Jurai bila mesinnya bermasalah. Sedangkan lokomotif CC 201 hidung miring di Dipo Induk Lokomotif Kertapati seluruhnya dioperasikan untuk kereta penumpang, diantaranya Limeks Sriwijaya, Rajabasa, Sindang Marga, dan Serelo.

Minggu, 11 November 2012

Asal mula CC 201 di Indonesia

          Pada tahun 1953, Djawatan Kereta Api (DKA) mulai mendatangkan lokomotif diesel elektrik CC 200 buatan pabrik General Electric Co.Amerika Serikat.Inilah lokomotif diesel pertama yang dimiliki Indonesia.Lokomotif CC 200 ini mengawali era dieselisasi dan sekaligus lompatan teknologi untuk perkeretaapian di Indonesia.

          DKA membeli lokomotif CC 200 sebanyak 27 buah. Sejak itu pula lokomotif asal paman sam ini,perlahan-lahan mulai menggantikan dinasan lokomotif uap yang mulai menua baik untuk menarik kereta penumpang maupun kereta barang. Pada waktu itu lokomotif CC 200 memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan lokomotif uap. Lokomotif berkabin ganda ini, dapat melewati hampir seluruh lintasan kereta api. Itulah sebabnya gelombang impor lokomotif diesel terus berlanjut, baik lokomotif diesel elektrik maupun diesel hirolik. Diantaranya;C 300, C 301, D 300, D 301, BB 300, BB 302, BB 303, BB 304, BB 200, BB 201 dan BB 202.

          Namun lokomotif-lokomotif yang didatangkan tersebut, semuanya berkekuatan dibawah lokomotif CC 200, yaitu 1.750 HP. Oleh karena itu, ketika sebuah kapal besar asal Amerika Serikat  merapat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 1977, dengan membawa tujuh lokomotif yang lebih perkasa dibanding lokomotif CC 200, para petinggi Perusahaan Djawatan Kereta Api (PJKA) menyambutnya dengan wajah gembira. Lokomotif diesel elektrik generasi kedua CC 200 ini dikabarkan memiliki kekuatan yang lebih tangguh, 1.950 HP. Lokomotif ini diberi nomor seri CC 201.



  
Ini adalah gambar dari lokomotif CC 200 yang di impor dari Amerika sejak tahun 1953





Ini adalah gambar lokomotif CC 201 buatan Amerika buatan tahun 1977